WHAT'S NEW?
Loading...

 

https://aliceasmartialarts.com/wp-content/uploads/2019/02/bigstock-Honesty-Word-Under-Torn-Black-106829609_opt.jpg

 

ASSALAAMU’ALAIKUM WARAHMATULLAHI WABARAKAATUH

Haloo, teman-teman IKAMU dan sahabat semuanya, karangan singkat ini di buat tidak lain untuk menjadi nasihat diri ini yang masih banyak membuat kesalahan dan untuk semua pembaca pada umumnya.

Melihat di akhir zaman ini, banyak sekali manusia yang kurang bahkan tidak memperhatikan pada satu faktor yang mana itu adalah hal yang sangat penting untuk kehidupan kita saat ini yaitu Akhlakul kariimah, baik di saat kita sendiri maupun bersama dengan orang lain, baik ketika dalam suatu pekerjaan atau di luar pekerjaan, berkaitan dengan itu semua ada dua sifat yang seharusnya kita lebih perhatikan Jujur dan Amanah.

Islam memiliki keistimewaan sendiri yaitu dengan Akhlak yang mulia dan sudah tersebar di kalangan orang orang islam, Jujur dan amanah adalah 2 sifat yang paling penting dan harus di miliki oleh setiap muslim. Bahkan nabi kita Muhammad SAW berakhlak dengan 2 hal tersebut sebelum beliau diutus menjadi Nabi dan Rosul.


JUJUR (الصدق)

    Kejujuran adalah mengungkapkan kenyataan jauh dari mengubah fakta dan melakukan apa yang benar, dan mencocokkan ucapan dengan tindakan, yang merupakan lawan kata dari berbohong, dan dianggap dengan pedang ALLAH SWT , karena ia selalu menang ketika menghadapi kebatilan, dan itu adalah salah satu sifat orang yang beriman kepada Allah SWT dan merupakan pesan dari Nabi kita Muhammad SAW.

    Orang jujur ​​selalu tampak kuat, meyakinkan, dan percaya diri, tidak seperti pembohong yang tetap takut jika kebohongannya akan terungkap, mendapat masalah dan berubahnya pandangan orang tentang dirinya.


Macam-Macam Kejujuran :


1.
Jujur dalam niat : yaitu selalu ikhlas dalam mengerjakan suatu amal karena Allah SWT, dan Allah SWT tidak akan menerima amal seorang hamba kecuali jujur dalam niat dengan ikhlas karena-Nya serta jauh dari unsur riya.

2. Jujur dalam perkataan : yaitu kesesuaian ucapan dengan tindakan, dan dengan apa yang ada dalam kenyataan, sehingga Muslim mengatakan apa yang nyata, jauh dari mengubahnya dan menyesuaikan diri dengan kenyataan dan sesuai dengan apa yang ada di dalam hatinya. Lidah adalah organ terkecil dalam tubuh manusia, tetapi jika digunakan secara tidak benar, itu akan membawa pemiliknya ke api.


3. Jujur dalam perbuatan : yaitu mencocokkan perbuatan dengan ucapan, misalnya jika seorang muslim mengatakan bahwa dia akan melakukan suatu tindakan tertentu, dia harus melakukannya.

 

 

AMANAH (الأمانة)

    Amanah dianggap sebagai pelengkap kejujuran, karena keduanya merupakan sifat yang melekat, dan Amanah memiliki konsep yang agung, karena merupakan hutang di pundak seorang Muslim, di mana ia harus memelihara dan membayarnya karena Allah SWT, dan itu adalah salah satu perilaku yang baik dan penuh kasih, orang yang amanah adalah orang yang dicintai dan dipercaya di antara orang-orang di sekitarnya.

    Dan amanah bisa terjadi di berbagai hal di kehidupan kita seperti amanah dengan anggota badan kita, amanah terhadap pekerjaan yang di berikan dan amanah untuk menjaga keluarga kita. Tetapi pada saat ini dengan adanya dorongan berbagai macam musibah banyak dari kita yang lalai akan hal-hal tersebut, yang hanya berpikir untuk bisa mendapatkan sesuap nasi dengan cara yang salah

    Na’udzubillah summa na’udzubillah semoga kita semua masih dalam lindungan-Nya dan di jauhkan dari perbuatan-perbuatan keji dan selalu di beri keistiqomahan dalam melaksanakan dan menjaga akhlak ini. 


    Dan salah satu keutamaan kita dalam menjaga amanah dan selalu berkata jujur adalah kita tidak akan pernah rugi walaupun dunia dan seisinya hilang dari kita, dalam suatu hadist yang berbunyi 

 

أربعة أشياء إذا كان فيك فلن تخسر حتى لو خسرت العالم: الحفاظ على الأمانة ، والتحدث بصدق ، والشرف ، والحفاظ على الطعام (من الحرام).


    Empat hal jika dia ada dalam dirimu, engkau tidak akan merugi walupun kehilangan dunia: Menjaga amanah, berkata dengan jujur, berakhlak yang mulia dan menjaga makanan (dari yang haram)


    Demikian apa yang bisa saya sampaikan dalam catatan kecil ini, Ambil hal baik dan Buang hal buruk yang ada. mari kita jaga dan kenalkan kembali Amanah dan Jujur kepada orang-orang yang lalai terhadapnya
Akhiiru da’wanaa ‘anil hamdulillahi rabbil ‘aalamiin

Wassalaamu’alaikum warahmatullahi wabarakaatuh




Ditulis oleh : Abo Mutaqqi




Jakarta, 19 Januari 2020 – Tak terasa, telah usai segala rangkaian acara yang termasuk program kerja tahunan Divisi Pendidikan Ikatan Keluarga Alumni Muwahidun, Dauroh Tarqiyyah Thullab atau yang sering disebut DTT pada Sabtu-Ahad, 11-12 Januari 2020. Tahun 2020 menjadi tahun keempat dari pelaksanaan DTT sendiri. Dengan mengusung tema “Keilmuan Menuju Masa Depan” tidak menghilangkan satu aspekpun dari tujuan awal terlaksananya DTT.
     Dalam aspek fikriyyah (pengetahuan), panitia mempersembahkan susunan acara yang cukup padat. Diawali mentoring, penyampaian sejarah lahirnya DTT, latar belakang dilaksanakannya DTT IV 2020, hingga susunan acara selama 2 hari, dan tugas-tugas yang harus dipenuhi oleh para peserta. Dilanjutkan dengan pembukaan acara yang berlangsung di Masjid Muwahidun Putri yang dipandu oleh Haidar Maulana (angkatan X) dan Maulana Farid Esack (angkatan XI). Sepatah dua patah kalimat dalam sambutan ketua pelaksana DTT, yang diwakili oleh Ahmad Shiroth (angkatan X) menyampaikan banyak terimakasih kepada segala pihal yang ikut berkontribusi baik pikiran, waktu tenaga, dana, dan usaha dalam menyukseskan acara tahunan ini. Dilanjutkan sambutan oleh Bintang Yudha (Ketua Divisi Komunikasi dan Informasi IKAMU), mewakili ketua umum yang sedang berhalangan hadir. Ustadz Mujiono, S. Sos. I, mewakili pihak Yayasan Pendidikan Islam Muwahidun, tak ketinggalan membuka acara DTT IV ini, sekaligus memberikan sambutan hangat dan apresiasi penuh terhadap sepak terjang IKAMU selama ini dan seluruh panitia acara yang menyempatkan untuk hadir di tengah-tengah sempitnya liburan perkuliahan. Seminar I, dengan tema “Menumbuhkan Jiwa Intelektual Santri” oleh pemateri Ustadz Mufqi Al-Banna dari Pati dan didampingi oleh moderator Fajar Muflikhun (angkatan XI). Seusai seminar pertama, dilanjutkan ibadah sholat dhuhur berjamaah dan makan siang. Sembari menikmati hidangan makan siang, tim Fundraising DTT IV berkolaborasi dengan Tim Bendahara Pusat IKAMU, turut menemani dengan menawarkan berbagai produk-produk seperti pin, gantungan kunci, dan stiker.
     Siang semakin terang. Di bawah terik sinar matahari yang menyengat, lantas tak memadamkan semangat para santri dalam menyambut acara demi acara. Tepat pukul 12.30 WIB, para peserta dengan tertib dan rapi kembali menempati formasi mereka di dalam masjid untuk menyambut seminar yang kedua, dengan tema “Unggul dalam Moral dan Intelektual” bersama pemateri Muhammad Faizzudin Mukhlis dari Tim Divisi Pembenahan Mental ACT Yogyakarta dan ditemani moderator Nur Fatah (angkatan XI). Antusiasme para peserta seminar, hingga semua mata tertuju kepada pemateri yang membawakan kisah pribadi di masa lampaunya yang terbilang penuh kegelapan, hingga sekarang bisa menjadi sesosok aktivis yang peduli terhadap masa depan orang-orang yang membutuhkan. Pertanyaan-pertanyaan dari para santri hingga kuis-kuis berhadiah ikut menyelimuti keseruan dalam seminar ini. Seminar inipun diakhiri dengan tepuk tangan yang sangat meriah dari para audiensi yang hadir di tempat. Pengumuman kejuaraan lomba Menulis Artikel “Uyghur” yang dilaksanakan oleh Tim Kesekretariatan IKAMU beberapa hari sebelumnyapun ikut mengisi kelonggaran waktu peserta sembari menunggu datangnya waktu ashar. Hingga tiba waktu sholat berjamaah ashar yang dilaksanakan 2 kloter terpisah antara ikhwan dan akhwat.
     Tepat pukul 4 sore, dibalur penuh keletihan, kelelahan, dan keringat yang bercucuran tak menyurutkan mereka dalam ikut meramaikan acara berikutnya. Yak, suplemen. Suplemen ini ditujukan kepada jenjang yang berbeda-beda. Mulai santri jenjang MTs disuguhkan dengan Talkshow Sharing is Caring, kelas 10 MA dengan Praktik Leadership “Menjadi Tim Event Organizer”, kelas 11 MA dengan mengikuti Pelatihan Kesekretariatan “Penulisan Laporan Pertanggungjawaban Acara”, dan kelas 12 MA dengan “Wawasan Kekampusan” untuk menyambut langkah ke depan setelah lulus dari almamater tercintanya. Talkshow interaktif yang dibimbing dua moderator dari angkatan X, Haidar Maulana dan Fela Purwanti, ditemani dengan pembicara-pembicara hebat seperti Najmuddiin Dliyaaulhaq (angkatan IV) dengan pengalaman organisasinya yang beragam, Muhammad Amin Mujaddid (angkatan VIII) dengan pengalamannya menjadi pengisi konfrensi internasional di Malaysia dan China, Rahmalia Azizah (angkatan VIII) dengan riwayat pendidikannya yang mengagumkan, dan Richa Putri Fatimaturrohmah (angkatan VIII) dengan pengalamannya menjadi guru Bahasa Indonesia di Thailand saat menjalani KKN di tahun 2019. Berbagi mimpi, menceritakan pengalaman saat di pondok, baik suka maupun duka, hingga menyebarkan api semangat mereka dalam meraih masa depan. Di sisi lain, tak kalah hebatnya alumni-alumni yang ikut berkontribusi dalam kelancaran acara, seperti Ahmad Yusuf Abdurrohman (angkatan IV), Maulana Farid Esack (angkatan XI), Syafina Mumtaz (angkatan XI), Wahda Ulyana (angkatan X) yang membantu membimbing para santri kelas 10 dalam praktik menjadi tim event organizer. Keterlibatan Tim Kesekretariatan IKAMU seperti Alma Nabella (angkatan VII) dan M. Rif’an Fauzi (angkatan X) dalam membimbing pelatihan kepenulisan laporan pertanggungjawaban sebuah acara, ditemani dengan Isfita Rahmawati (angkatan X) dan Bintang Yudha (angkatan VII). Sedangkan untuk acara Wawasan Kekampusan diisi oleh alumni-alumni fresh graduation seperti Karimatunnisa Az-Zahra, Nuha Adzkiyya, Nur Fatah, Fajar Muflikhun, dan senior dari angkatan IX, M. Rois Al-Amin. Antusias seluruh peserta yang tergambarkan menjadi sebuah suplemen dan tambahan energi tersendiri bagi panitia dan alumni.
     Tanpa memandang waktu dan rasa lelah, acara terus berlanjut hingga malam menyambut. Dilanjutkan sebuah acara yang berbeda dari tahun-tahun sebelumnya. Jika tahun sebelumnya, dilaksanakan malam pentas seni, maka kali ini panitia memberikan sesuatu yang baru dengan konsep Pengembangan Diri dan Kreativitas Santri, menindaklanjuti masukan dan evaluasi pihak pondok pesantren dari DTT sebelum-sebelumnya. Lomba yang menyerupai dengan acara salah satu stasiun TV swasta, “Rangking Satu, Pinter Gak Tuh?” ini diwakili oleh 5 orang dari setiap kelompok outbond yang terdiri dari santri kelas 7-11. Sedangkan, peserta yang tidak mengikuti lomba, dikumpulkan pada suatu tempat untuk berkompetisi dalam “Retell a Story” sebuah film kartun berdurasi 13 menit berbahasa Arab dengan subtitle berbahasa Inggris. Tentu sebuah tantangan tersendiri bagi para santri yang mereka juga belajar Bahasa Arab dan Inggris di dalam bangku formal. Sharing tentang kampuspun juga diberikan kepada peserta kelas 12 untuk mengetahui hal-hal mendetail tentang beberapa kampus. Seusai rangkaian acara hari pertama, para santri dipersilahkan untuk kembali ke kamar beristirahat sebelum menyambut acara di hari Ahad.
     Salah satu poin DTT berikutnya adalah ruhiyyah. Lelah tak menjadi alasan mereka untuk bangun, mengambil air wudhu, dan membuka sajadah untuk menunaikan sholat tahajud berjamaah. Dengan imam pondok putra, M. Dhiyauddin Azhar dan Musa Jalaini (angkatan X) untuk pondok putri. Sholat yang dimulai pukul 3.15 tepat ini berakhir hingga pukul 4.00 pagi. Dilanjutkan sholat subuh berjamaah dan setoran hafalan QS. Al – Kahfi : 1-10 kepada teman-teman alumni dan beberapa kelas 12 yang diberi tugas menjadi musyrif-musyrifah tahfidz.
     Pagi berembun menyambut api semangat para santri. Salah satu acara DTT yang paling dinanti-nanti. Outbond berkeliling sekitar pondok pesantren dengan keseruan permainannya. Bingo, permainan pertama sekaligus penentu pemberangkatan peserta dengan cara merangkai kata-kata menjadi kalimat yang bermakna. Setelah pemberangkatan baik jalur A maupun B, para peserta menuju ke pos selanjutnya seperti Super Mario Bross di Belik Sampir, penyelamatan Sang Putri oleh Mario dari serangan jamur-jamur melewati jembatan-jembatan. Pos Lapangan Gembong dengan permaian Counter Strike seperti lempar bowling dengan pin dari botol plastik berisi air penuh dan bola plastik berisi air untuk pelemparnya. Sedangkan Pos Lapangan Pecinan dengan dua permainan: Plants vs Zombies dan Snake Xenzia. Perlombaan tarik tambang dengan metode berbeda, menarik berlawanan arah dengan saling membelakangi lawan. Tim Zombies berusaha menggapai kentang dari lawan dan tim Plants berusaha meraih bendera merah putih. Sedangkan Snake Xenzia, para peserta ditantang berbaris membentuk ular dengan mata tertutup. Hanya mengandalkan komando dari teman di luar arena, untuk meraih bola-bola poin sebanyak-banyaknya. Permainan yang sebenarnya terlihat biasa, tetapi dikemas dengan sistematika yang sedikit berbeda. Tak tanggung-tanggung, hingga terik matahari menyapapun, bahkan badan berlumur lumpur dan basah-basahan, bukan berarti harus mundur untuk tidak beraksi dalam segala permainan. Berlari untuk menyelesaikan segala tantangan dan rintangan dengan kemeriahan dan kreativitas yel-yel yang diuji setiap posnya hingga tepat pukul 11.00 siang, kembali dan melakukan bersih diri untuk bersiap menunaikan ibadah sholat dhuhur berjamaah. Setelah ashar, dilanjutkan dengan kegiatan penutupan dan pembagian beberapa hadiah kemenangan para peserta.











       Kuliah di luar negeri adalah keinginan banyak orang. Baik itu peminat ilmu umum ataupun agama. Sehingga banyak kita temui orang  mendaftar ke sana kemari untuk bisa kuliah di luar negeri. Bahkan sebagian orang rela mengeluarkan uang yang tidak sedikit untuk bisa mewujudkan impiannya itu, namun tidak sedikit pula dari mereka yang berhasil mendapatkan beasiswa.

     Berbicara soal kuliah di luar negeri. Lulusan Pondok Pesantren Muwahidun yang berhasil melanjutkan studi mereka ke luar negeri bisa dibilang cukup banyak. Baik itu mendapatkan beasiswa secara penuh ataupun hanya sebagaian, maksudnya mereka tidak dikenakan biaya kuliah tapi untuk mencukupi kebutuhan harian mereka tanggung sendiri.

       Jika sebelumnya sudah banyak yang sudah berhasil mendapatkan beasiswa ke Arab Saudi dan Mesir, kali ini 3 orang alumni Ponpes Muwahidun yang baru saja menyelesaikan pendidikan jenjang SMA mereka di tahun 2019 inilah yang beruntung mendapatkan kesempatan belajar ke Negeri 2 nil, Sudan.
Pencapaian mereka ini membuat takjub banyak orang, karena kebanyakan dari mereka yang ingin melanjutkan studi ke luar negeri biasanya harus menunggu minimal satu dua tahun dulu. Akan tetapi 3 alumni ini berhasil mendapatkan kesempatan untuk langsung melanjutkan studi mereka ke luar negeri tanpa harus gap year dulu.

      Mereka adalah Abdullah Azzam Ramadhani (Pati), Abdullah Nasih Ulwan (Pati) dan Muhammad Yusuf Zakaria Zahir Zulkifli Ali (Tegal). Tiga orang yang menghabiskan waktu kurang lebih 6 tahun untuk hidup mandiri di Pondok Pesantren Muwahidun.

      Berbicara soal pencapaian mereka, banyak orang berasumsi bahwa mereka hanya beruntung. Kebanyakan orang tidak tahu perjuangan yang mereka lakukan untuk mendapat kesempatan ini.

       Bermula dari informasi yang mereka dapatkan dari salah seorang ustadz, bahwa ada sebuah lembaga yang sudah bekerja sama dengan kampus di Sudan, akan mengadakan pelatihan untuk mereka yang mau melanjutkan studi mereka ke Negeri 2 nil itu. Pelatihan ini berlangsung selama 3 bulan di daerah Malang, Jawa Timur. Dan di akhir pelatihan akan ada sebuah ujian seleksi untuk memutuskan siapakah yang layak untuk menerima kesempatan kuliah disana.

        Mereka yang saat itu masih kelas 12 tetap mencoba mendaftar dan mengikuti program tersebut dengan sebaik-baiknya. Setelah negosiasi panjang, akhirnya mereka diperbolehkan untuk mengikuti pelatihan walau hanya mengikuti tes akhirnya saja.

     Disela-sela banyaknya ujian dan les  yang harus mereka ikuti di sekolah, mereka menyempatkan diri untuk melakukan privat dengan salah seorang ustadz dengan tujuan agar bisa berhasil dalam ujian akhir penerimaan beasiswa dan bisa mewujudkan mimpi mereka untuk menimba ilmu di Sudan.

      Tibalah waktu ujian untuk mendapatkan beasiswa, tepatnya 6 hari sebelum UNBK dimulai, mereka bertiga dengan ditemani seorang ustadz pergi ke Malang untuk mengikuti ujian seleksi. Alhamdulillah berkat doa dan kerja keras, mereka pun berhasil lolos dari seleksi tersebut. Setelah 4 hari berada di Malang, mereka segera pulang untuk mengikuti UNBK.

   Tidak sampai disitu perjuangan mereka. Jadwal keberangkatan yang harusnya berlangsung di akhir bulan Agustus tertunda karena adanya konflik di Sudan. 3 bulan lamanya mereka menunggu kepastian. Sempat muncul rasa pesimis, bisa berangkat atau tidak. Dan Alhamdulillah setelah 3 bulan penantian, akhirnya pengumuman yang mereka tungu-tungu pun keluar dan mereka dianyatakan lolos.
Hari Sabtu, 16 November 2019 mereka berangkat dari bandara Soekarno Hatta menuju ke Negeri Dua Nil.

       Semoga bisa Istiqomah selama di sana dan pulang membawa ilmu yang bermanfaat. Aamiin....



Yogyakarta, 1 November 2019 – IKAMU Regional Yogyakarta | Reorganisasi kepengurusan IKAMU regional Jogja periode 2019/2021 dan menjalin ukhuwah antar alumni muwahidun serta menyambut kedatangan keluarga baru alumni muwahidun angkatan XI.
kegiatan ini berlangsung mulai pukul 19.30-22.00 WIB di salah satu kedai susu daerah Wirosaban, Yogyakarta. Alumni yang hadir terbilang cukup banyak. Mereka merupakan alumni PonPes Muwahidun yang berdomisili Yogyakarta dan beberapa sedang melanjutkan studinya.
Selama kegiatan berlangsung (01/11/2019) dipimpin oleh MC yakni Rizky Hanif (angkatan IX) dan imaduddin (angkaran X). Selain itu, beberapa alumni jugan memberikan sambutan untuk kegiatan ini. Sambutan pertama dari Rizky Pratama (angkatan VIII) selaku wakil ketua umum IKAMU, kemudian Afrian Zakaria (angkatan VIII) selaku senior alumni dan sambutan terakhir dari Rois Al-Amin selaku ketua IKAMU regional Yogyakarta.
Kandidat ketua regional yaitu salah satu alumni dari angtakan X. Pemilihan ketua baru ini melalui sistem voting atau suara terbanyak. Dengan perolehan skor tersebut terpilihlah Ahmad Shiroth menjadi Ketua Regional IKAMU Yogyakarta periode 2019/2021.
            Kegiatan selanjutnya yaitu “Ramah Tamah”. Kegiatan ini bertujuan untuk menyambut keluarga baru IKAMU Yogyakarta dari angkatan XI. Dengan memperkenalkan diri satu per satu karena ada pepatah “Ta Kenal maka Ta’aruf.”
            Dilanjut dengan diskusi-diskusi ringan mengenai IKAMU Jogja serta pengajuan pertanyaan dari beberapa alumni. Diakhir acara diadakan sesi foto bersama semua alumni yang hadir.
Semoga acara seperti ini dapat memberi manfaat untuk kita semua dan ukhuwah kita dapat selalu terjalin dimanapun, kapanpun. Sampai jumpa diacara berikutnya….











13/10/2019 – Divisi Sosial Masyarakat (SosMas) yang berada di bawah lingkup organisasi alumni IKAMU (Ikatan Alumni MUwahidun) periode 2019/2021 baru saja melaksanakan program perdananya yaitu Bagi-bagi Nasi Bungkus yang diberi label IKAMU Peduli #1.
Kegiatan ini dilaksanakan pada hari Minggu, 13 Oktober 2019 tepatnya saat Hari Santri Nasional, pada pukul 20.00 WIB sampai dengan 21.30 WIB. Adapun sasaran dari kegiatan ini adalah tukang becak, pengemis, dan pemulung yang berada di daerah Pasar Beringharjo, Jl. Margo Mulyo, Ngupasan, Kecamatan Gondomanan, Yogyakarta. Alhamdulillah kegiatan perdana bagi-bagi nasi bungkus ini berhasil mendapatkan donasi sebesar Rp. 1.575.000. Dari dana yang sudah terkumpul  menghasilkan 150 box nasi yang telah berhasil tersalurkan kepada mereka yang membutuhkan.
Menurut Wakil Ketua IKAMU, Rizky Pratama, kegiatan perdana ini bisa dibilang cukup sukses, dimana malam itu beliau juga mendampingi pengurus Divisi SosMas dan segenap alumni Ponpes Muwahidun region Yogyakarta yang ikut membantu saat melaksanakan kegiatannya hingga selesai. Beliau juga sangat berterima kasih kepada semua donatur yang sudah memberikan donasi terbaiknya demi kelancaran kegiatan ini. Ada harapan dan tujuan dari dilaksanakannya kegiatan ini, yaitu untuk menumbuhkan jiwa dermawan dan peduli di setiap alumni dan memberikan hak orang lain yang ada pada sebagian rizki yang Allah titipkan kepada kita.
         Semoga kegiatan seperti ini bisa terus berjalan, tidak hanya di Yogyakarta, tapi juga di seluruh daerah di Indonesia.





-Koordinator Divisi Sosial Masyarakat IKAMU


Oleh Najmuddiin Dliyaaulhaq (Alumni PP Muwahidun 2012|Ketua Umum IKAMU 2017-2019)


Bismillah,
Perkembangan zaman selalu diikuti dengan kemajuan teknologi dan ilmu pengetahuan. Namun, bagaimana dengan sistem yang menghasilkan produk-produk tadi? Adakah perkembangan atau pembaharuan?

Di Indonesia, dengan budaya dan kemajemukan bahasa yang tinggi, menjadi arti bahwa Indonesia memiliki peradaban yang tinggi. Begitu pula dengan tingkat pendidikan masyarakatnya, karena sebuah peradaban berbanding lurus dengan tingkat pendidikan. Pendidikan barat yang dibawa para penjajah ke  Indonesia, bukanlah awal dari kemajuan sistem pendidikan di Indonesia. Sebab sistem yang ideal akan berubah mengikuti perkembangan zaman.

Jauh sebelum masuknya pendidikan ala barat di Indonesia, ada satu sistem pendidikan asli Indonesia, yaitu pesantren. Sistem pendidikan yang menitik beratkan pada aspek religiusitas, akhlaq, dan budipekerti. Karenanya di awal masa penjajahan pesantren sering menjadi sasaran penjajah, sebab bertentangan dengan tujuan mereka untuk mendapatkan 3G (glory, gold, gospel). Yang kemudian menjadikan banyak pesantren terletak di kaki gunung,  jauh dari kota untuk menjaga keamanan santri yang belajar di pesantren. Akibatnya pendidikan barat (sekolah umum) lebih sering terlihat dan terekspos masyarakat saat itu. Sehingga pendidikan asli Indonesia terpinggirkan bersama keotentikannya. Selain itu, sistem politik etis dan balas budi yang dilakukan Belanda, mempermudah para elit dan bangsawan belajar di sekolah-sekolah yang didirikan Belanda. Sehingga menimbulkan kesan bahwa pendidikan hanya untuk kalangan elit dan bangsawan. Yang kemudian sistem dari sekolah-sekolah itu  diadopsi menjadi sistem pendidikan di Indonesia setelah kemerdekaannya.

Namun ada satu titik kemajuan pendidikan yang sering terlupakan masyarakat kita. Di mana pendidikan pesantren disinergikan dengan sistem pendidikan barat pada awal abad 20-an. Dipelopori KH Ahmad Dahlan yang kemudian dicap sebagai kiyai sesat oleh lingkungan masyarakat di sekitarnya karena menggabungkan sistem barat (orang kafir) dengan sistem pendidikan pesantren. Karena menurut beliau ,"Model pendidikan yang utuh yaitu, pendidikan yang berkesimbangan antara perkembangan mental dan jasmani, antara keyakinan dan intelektual, antara perasaan dan akal pikiran, serta antara dunia dan akhirat." (Buku Ahmad Dahlan).

Kendati demikian pemikiran masyarakat yang masih bersikap skeptis dan membenci penjajahan kolonial tidak tertarik terhadap gagasan pengembangan sistem pendidikan pesantren (agama),  sehingga pendidikan pesantren saat itu tidak berkembang secepat sistem pendidikan yang lain (pendidikan barat). Selain kurangnya dukungan lingkungan, pemerintah kolonial juga pemerintah setelah kemerdekaan tidak memberikan dukungan pengembangan sistem pendidikan tersebut. Sampai akhirnya pada masa orde baru terjadi dikotomi sistem pendidikan yang sangat terlihat. Sebagai salah satu indikasinya yaitu, tidak diakuinya lulusan pesantren untuk melanjutkan perkuliahan di perguruan tinggi.
Barulah ketika pemerintah melihat mulai maraknya problematika sosial, meningkatnya angka degradasi moral, rendahnya sikap nasionalisme, dan hilangnya substansi pendidikan, hingga yang paling parah moral anak-anak sekolah umum yang kian merosot mengikuti trend dan budaya barat yang tidak sesuai dengan nilai-nilai luhur yang asli dan hidup di masyarakat. Pemerintah mulai memperbaiki kegagalan sistem pendidikan yang ada sebelumnya. Beberapa model kurikulum pendidikan karakter pun diganti. Hingga puncaknya, pemerintah mengesahkan nilai-nilai penguatan karakter peserta didik di sekolah-sekolah umum.

Sementara itu kira-kira sejak dua dasawarsa terakhir sudah mulai banyak kalangan yang mengakui bahwa alumni pesantren tidak bisa dipandang sebelah mata. Banyak di antara mereka yang kemudian menjadi tokoh nasional dan berkontribusi aktif dalam segala bidang dalam kenegaraan. Sebagaimana kontribusi beberapa pesantren yang sudah berdiri sejak sebelum kemerdekaan dalam memperjuangkan Indonesia. Hal ini juga bisa dilihat dari minat masyarakat yang mempercayakan anak-anak di lembaga pendidikan pesantren yang sangat tinggi. Dan sebagaimana data Kementerian Agama tahun 2012, menunjukan jumlah pesantren yang tercatat di Kemenag  sebanyak 27.230. Jumlah ini jauh meningkat dibanding data  1997, yang tercatat baru sebanyak 4.196 buah. Peningkatan jumlah pesantren yang sangat tinggi yang berbanding lurus dengan minat masyarakat yang tinggi terhadap sistem pendidikan pesantren.
Lalu apakah sebenarnya yang menjadikan minat banyak orang tua mempercayakan anak-anaknya di pesantren?

Dalam sebuah acara pada tahun 2014 di Surabaya, Mentri Agama Lukman Hakim Saifuddin menyampaikan, bahwa pesantren merupakan produk asli Indonesia. Sebagai lembaga pendidikan, pesantren memiliki ciri khas kelembagaan yang tidak dimiliki oleh lembaga pendidikan lain yang ada di negara manapun selain Indonesia. Memperhatikan hal tersebut, Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin memetakan tiga trilogi pesantren sebagai bekal pengembangan potensi ekonominya.
“Ada tiga hal yakni dari segi pola pendidikan, aspek keagamaan, dan aspek sosialnya,” katanya.
Selain itu sistem pendidikan pesantren (moderen) yang dewasa ini sudah disinergikan dengan kurikulum yang ditetapkan pemerintah terlihat lebih efektif. Sebab pesantren memberikan lingkungan yang mendukung proses pembelajaran. Jadi bukan hanya mendapatkan ilmu agama, namun berikut ilmu yang membantu para santri untuk berkompetisi di dunia. Tak hanya itu, ustadz dan pengajar yang tinggal di lingkungan pesantren juga memberikan bimbingan lebih di luar kelas.
Tidak hanya akademik, berbagai macam kegiatan juga ditujukan untuk melatih soft skill santri. Sehingga bukan hanya akademisi yang pandai, namun juga manusia yang bermanfaat bagi orang banyak, sebagai bentuk realisasi bahwa Islam itu rahmatan Lil 'alamiin.

Jauh dari orang tua, peraturan yang mengikat, bukan merupakan kekurangan jika kita melihatnya dari sudut pandang positifnya. Sebab kehidupan serba instan saat ini, tidak menjamin anak-anak untuk mau mandiri dalam melakukan tugas-tugas yang dibebankan kepadanya. Sehingga sikap mandiri itu akan tumbuh dengan sendirinya, ketika berada di tempat asing tanpa ada keluarga yang bersamanya. Hal ini juga yang dapat melatih seorang anak (santri) bagaimana dia berkomunikasi dengan orang lain, bahkan dengan orang (santri) yang berasal dari wilayah, atau suku yang berbeda.

Disiplin juga merupakan kelebihan sistem di pesantren. Bagaikan akademi militer, yang segalanya dihitung dengan waktu. Yang membantu proses pembiasaan mengatur waktu secara maksimal. Sehingga waktu santri tidak terbuang dalam hal yang sia-sia. Dan potensi yang dimilikinya terasah dengan baik secara otomatis. Bukan hanya tentang waktu, juga disiplin dalam hal mentaati peraturan. Dalam proses pembiasaan disiplin (tadib), sosok kiyai menjadi figur dan role model yang menjadi panutan dalam berlaku disiplin. Sehingga ketika terjadi satu pelanggaran, awalnya akan muncul sikap segan dan malu sebagai faktor psikis yang muncul karena telah melakukan pelanggaran. Namun kemudian berangsur berubah menjadi rasa takut kepada Allah, dan bukan lagi pada manusia.

Pergaulan di dunia moderen saat ini, yang mana degradasi moral dan hilangnya sopan santun menggerogoti kehidupan sosial masyarakat juga menjadi satu alasan mengapa memilih pesantren sebagai tempat belajar. Menghindari jatuhnya anak-anak muda penuh potensi terjerumus jurang pergaulan bebas, karena mengikuti keingintahuan mereka tanpa dasar aqidah, sikap, dan pendirian yang kuat.

Gubernur DKI Jakarta Anis Baswedan, dalam sambutan ASESI Islamic Education Expo yang ke 5 di TMII mengatakan, ada tiga hal yang harus dipersiapkan untuk pendidikan di masa depan. Akhlaq atau karakter, kompetensi, dan literasi (keterbukaan wawasan). Dalam hal ini beliau menjelaskan bahwa akhlaq (karakter) itu hal yang penting dan diakui secara global. Dan ada dua macam, karakter moral dan karakter kinerja.
Kemudian, kompetisi yang beliau sebutkan tersebut ada 4K, yaitu kritis, kreatif, komunikatif, kolaboratif. Tentunya pendidikan di pesantren seperti yang telah kami paparkan sebelumnya, sangat lah efektif dalam menunjang tumbuhnya akhlaq (karakter) santri dan empat kompetensi yang disampaikan tersebut.

Dan semua ini tidak lain adalah bentuk realisasi penerapan sistem pendidikan yang ideal menurut KH Ahmad Dahlan di awal tulisan ini, bahwa "Model pendidikan yang utuh yaitu, pendidikan yang berkesimbangan antara perkembangan mental dan jasmani, antara keyakinan dan intelektual, antara perasaan dan akal pikiran, serta antara dunia dan akhirat."

Dengan demikian, dalam kaitannya dengan kondisi pendidikan di Indonesia, sudah banyak yang mulai menitik beratkan proses pendidikan pada penumbuhan karakter siswa. Namun, masih kurangnya role model di semua lembaga pendidikan menjadikan proses itu tidak berjalan maksimal. Maka, semakin urgennya hal ini sebab dikejar arus globalisasi yang kian menjadi kemudian memunculkan sifat individualis dan materialis di kalangan masyarakat, perlu diperhatikan proses pendidikan yang berorientasi pada pertumbuhan karakter. Dalam hal ini sistem pesantren telah terbukti berhasil. Banyaknya tokoh nasional yang muncul dari kalangan santri menjadi bukti nyata keberhasilan sistem tersebut.
Semoga dengan tulisan ini, telah membuka cakrawala wawasan kita bahwa pendidikan bukan hanya tentang berapa nilai yang didapatkan, namun pendidikan juga tentang apa yang sudah diaplikasikan dalam amalan-amalan yang membawa pada kehidupan yang sesungguhnya.
Allahu a'lam bisshowaab...

Menyalah Artikan Sebuah Rasa


Ketika rasa mulai membuncah, dan pemikiran tak lagi sealur dengan hati. Awalnya dunia terasa indah dan lengkap, tiba-tiba terasa kurang tanpa hadirnya. Tanpa kata dia hadir, tanpa jeda dia selalu memenuhi benak, tanpa sadar dia tak pernah beri kepastian. Apapun dilakukan untuk mendapatkannya, termasuk melanggar syariat. Semua itu dilakukan atas nama CINTA.
Cinta? Satu kata berjuta rasa, berujung lara bila tak halal, berujung surga jika dengan ridho-Nya. Jika kau tak mau lara meliputimu, maka biarkanlah rasa itu bersemayam hingga kau siap melengkapi separuh imanmu (menikah). Jangan kau jadikan dia sebagai alasan untuk bermaksiat kepada Alloh, dimana ketika kau bermaksiat kepada Alloh merasa senang dan bahagia meskipun hati kecilmu memberontak, lalu ketika musibah datang engkau menyalahkan-Nya seakan-akan dirimulah yang paling menderita di dunia padahal musibah itu datang karena ulahmu sendiri. Sungguh ironis sekali. Zaman dimana single/jomblo itu kuno, dan yang pacaran wajar. Nikah muda untuk menghindari fitnah jadi bahan omongan dan banyak yang hamil diuar nikah, konon katanya buat hadiah pernikahan. Inilah  kerusakan moral dan akhlak yang menyerang pemuda zaman sekarang.
Moral dan akhlak bahkan iman bisa rusak, dari hal-hal yang kita anggap sepele pada mulanya. Lihat saja fenomena disetiap bulan febuari yang dirayakan kalangan muda-mudi. Apakah itu?  Yups ... itulah Valentine Day. Banyak dari mereka yang tak tahu menahu asal usulnya dan hanya mengikuti kebiasaan orang terdahulunya atau hanya sekedar ingin terlihat gaul. Mari kita bahas sekilas asal usul Valentine Day.
Valentine day berasal dari perayaan pagan Lupercalia yang aktifitas utamanya adalah seks massal. Perayaan Lupercalia adalah kebudayaan pagan Romawi untuk memuja Lupercus sang Dewa Kesuburan dan Hera Dewi Pernikahan. Festival tersebut berlangsung setiap tahun pada 13 – 18 Februari. Pada puncak acaranya, laki-laki dan wanita yang mengikuti acara tersebut dipasang-pasangkan kemudian masing-masing pasangan bercinta semalam suntuk. Selain itu, mereka juga meneguk minuman keras hingga mabuk. Paus Gelasius, mengesahkan perayaan ini menjadi hari raya gereja pada tahun 496 Masehi. Karena tak sanggup menghapuskan tradisi pagan ini. Namanya pun diubah dari Lupercalian Festival menjadi Valentine Day sembari dikarang sebuah cerita St. Valentinus yang mati demi cinta. Pada tahun 1969, gereja melarang Valentine Day karena diketahui sebagai pembenaran Lupercalian Festival. 
Tetapi larangan itu terlambat karena cerita St. Valentinus telah mengakar dalam benak kaum kristiani. Parahnya lagi, kini sebagian remaja muslim juga termakan propaganda Valentine sebagai hari kasih sayang. Kendati dinamakan hari kasih sayang, tetap saja Valentine Day tidak bisa lepas dari seks bebas. Di Amerika Serikat, 14 Februari diperingati sebagai Nation Condom Week karena sadar pada hari itu banyak terjadi hubungan haram tersebut. Di Indonesia, beberapa tahun juga menjadi berita penjualan kondom meningkat tajam saat hari valentine. Na’udzubillah. [Ibnu K/bersamadakwah]
Begitu miris, ketika kita tau asal usul Valentine. Moral, akhlak bahkan iman kita rusak karena suatu perayaan yang tidak pernah diajarkan oleh agama Islam. Banyak dari kita yang terlena oleh kenikmatan sesaat dan berujung  penyesalaan yang berkepanjangan pada akhirnya. Jika benar hari kasih sayang mengapa hanya sehari? Dan dilakukan oleh sepasang kekasih saja? Padahal, dari sejak di kandungan hingga sekarang, kita dapat kasih sayang melimpah setiap hari bahkan detik tercurahkan untuk kita. Mohon direnungkan kembali, orang yang  paling berhak akan kasih sayang kita adalah orang tua bukan si Doi yang hanya bermodalkan kata-kata gombalan. Mulai detik ini, marilah kita curahkan kasih sayang kita setiap hari kepada orang tua dan orang-orang yang berjasa disekitar kita.
Semoga jadi bahan renungan  dan untuk kehati-hatian kita semua, kerana bisa saja kita terjerumus keranah yang salah. Mintalah petunjuk dan keteguhan hati kepada Alloh ta’ala, karena Allohlah yang membolak-balikan hati hamba-Nya, “Yaa muqollibal qulub tsabbit qolbi ‘ala diinik.” (HR.Tirmidzi 3522, Ahmad 4/302, Al-Hakim 1/525, lihat Sohih Sunan Tirmidzi III no.2792). Mari kita ubah pola pikir kita, dengan menjadi pemuda yang berkarya dan produktif untuk umat. Bukan hanya sekedar dibaca mari kita aplikasikan dalam kehidupan sehari-hari. Karena, tanpa sadar hal sepele yang dianggap tidak berguna namun bisa memberi efek yang luar biasa, lihat saja valentine. Yang kita anggap hanya memberi coklat atau bunga ternyata bisa merusak moral, akhlaq bahkan iman. 
            Untuk para pemuda, jika kau belum siap berkotmitmen maka jangan pernah kau mendekat atau sekedar untuk pacaran. Simpanlah hati mu sampai kau siap, sejatinya jodoh itu datang tepat waktu tidak cepat maupun lambat. Jika sekarang masih ada hubungan maka selesaikanlah dengan baik, bisa jadi yang saat ini bersamamu bukan jodohmu melainkan jodoh orang lain. Biarlah cinta ini fitroh yang tau hanya diri kita dan Alloh, dekati sang pemilik hati. Maka Alloh akan mempermudah urusan  hamba-Nya. 
             Belajarlah dari kisah Nabi Muhammad SAW  kepada Khodijah RA, atau menyembunyikan perasaan seperti Ali dan Fatimah, atau seperti ummu sulaim dan talhah yang maharnya
adalah keimanan suaminya, sungguh indah bukan? Karena cinta tak perlu dikatakan, tapi membutuhkan keridhoan-Nya.
Semoga dengan tulisan ini, menambah wawasan dan bermanfaat bagi kita semuaa. Tentunya masih banyak kekurangan dan kelemahan karena terbatasnya ilmu penulis, wallohua’lam bishowab.

(Alma Nabella SK, Alumni PP Muwahidun Angkatan 07)













KabarAlumni | Jakarta, 25 Januari 2018 Alhamdulillah, puji dan syukur terpanjang kehadirat Allah Ta'ala. Wajah berseri nampak pada diri beberapa guru dan rekan alumni di kantor administrasi PP Muwahidun Pati Senin kemarin (22/1). Walaupun sebagian juga tidak percaya, sebab Ketum IKAMU yang saat itu sedang berbincang-bincang dengan kepala sekolah MA Muwahidun menyampaikan bahwa mantan anak didik Muwahidun (Faizatul Muslimah dan Nurul Q|alumni 2016) kembali terbang ke negara tetangga dalam rangka pendidikan.

     Rabu (24/1) kemarin Alumni PP Muwahidun yang masih menempuh studi di UIKA Bogor mempresentasikan hasil penelitiannya di Brunei Darussalam dalam acara "The 5th Internasional Conference on Research in Islamic Education & Arabic Language 2018". 

Faizah mempresentasikan penelitiannya.

     Satu prestasi yang membanggakan, dan tentunya membesarkan hati para pendidik dan kita semua sebagai sahabatnya di masa SMA. 

     Selain itu, hal ini juga menjadi motivasi untuk kita untuk tidak pernah lelah belajar dan memberi manfaat. Juga pukulan telak bagi mereka yang mengatakan santri tidak bisa berprestasi.red


Ditulis oleh: Najmuddiin Dliyaulhaq 
(Alumni 2012 - Ketum IKAMU PP Muwahidun)


"Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar! Merdeka!" Takbir menggema di akhir pidato Soetomo, seorang revolusioner dan  penggerak di hari 10 November 1945. Hari itu kini diperingati sebagai Hari Pahlawan Nasional, sebab banyaknya jumlah pejuang yang gugur mempertahankan kemerdekaan yang baru berjalan tiga bulan. Begitu besarnya perjuangan di Surabaya saat itu, sehingga memicu pergerakan mempertahankan kemerdekaan di segala penjuru Indonesia.

Pahlawan; itulah sebutan untuk mereka, yang telah berjuang dengan gigih dan berani dalam mengorbankan segalanya bahkan nyawa untuk membela kebenaran atau yang lemah. Seperti ribuan rakyat Indonesia di Surabaya yang gugur saat itu. Pengorbanan mereka telah menjaga nama bangsa di mata dunia dari penjajahan. Begitupun pengorbanan salah seorang guru besar Islam di Indonesia dalam menggerakkan santri-santri menjaga kemerdekaan. Beliau K.H Hasyim Asy'ari, dan kiai lainnya di Surabaya, patut kita sebut sebagai pahlawan bukan hanya karena kegigihan dan keberanian mereka dalam menggerakkan pasukan. Namun juga karena para kiai tertancap keimanan dan semangat mati syahid dalam membela tanah air dan agama di setiap hati para pejuang Muslim di Surabaya.

Jikalau kita melihat sosok K.H Hasyim Asy'ari, beliau tentunya adalah seorang guru besar bangsa Indonesia. Begitu pula sahabat karibnya K.H Ahmad Dahlan, dan kiai lainnya yang tentu tidak mungkin kita sebutkan satu-persatu. Bagaimana tidak? Dari didikan mereka lahir anak-anak muda dengan ilmu, iman, dan kecintaan terhadap agama dan bangsa. Yang kemudian menjadi pemimpin-pemimpin Indonesia. Sehingga mereka layak mendapatkan julukan "Pahlawan" yang sesungguhnya.

Bahkan setelah kemerdekaan, mereka yang ada di atas jalur yang sama seperti mereka dalam membangun peradaban, patut dijuluki pahlawan. Terutama mereka yang ada di jalur pendidikan. Maka siapa lagi kalau bukan guru dan pendidik bangsa. Dari mereka pemimpin-pemimpin muda Indonesia belajar banyak hal. Mengasah potensi dan mental, sehingga menjadi pribadi tangguh yang selalu menggunakan akal pikirannya untuk kebaikan. Juga menumbuhkan akhlaq dan iman supaya amanah serta kewajiban tak diremehkan.

Guru, pengajar, pendidik memiliki peran penting dalam sebuah peradaban. Maka layaknya sebuah tombak, para pemimpin muda itu bagaikan ujung tombak yang sedang diasah di sekolah-sekolah atau lembaga pendidikan yang lain. Dan guru adalah tongkatnya, yang mengisi kekuatan dan kemantapan tombak itu. Karena mata ujung tombak itu tidak akan tertancap kuat pada sasaran, tanpa adanya dukungan, dorongan yang kuat juga.

Bukan hanya karena permisalan di atas, namun seorang pahlawan pun butuh seorang guru, pendidik yang bisa mengarahkan secara optimal gerak para pejuang. Sebut saja seorang Pangeran Diponegoro, gerilyawan yang berkali-kali menang dalam peperangan melawan Belanda di masa penjajahan. Beliau sebagai ujung tombak perlawanan membentuk pasukan dari rakyat, menyuplai persenjataan dari rakyat, namun siapa yang yang memberikan arah dan nasihat ketika terjadi kekeliruan? Maka guru dan kiai lah yang menjadi penasihat. Kiai Maja salah seorang kiai di Yogyakarta yang juga masih memiliki hubungan kekerabatan dengan Diponegoro. Yang juga menjadi perantara antara Diponegoro yang seorang anggota keluarga kerajaan dengan prajuritnya di tengah masyarakat. Sehingga, kekuatan perjuangan para pahlawan tak hanya didasari kebangsaan. Namun juga keimanan dalam menjaga kedaulatan serta kehormatan tanah kelahiran. Karena perjuangan saat itu, tak hanya melawan tentara yang membawa misi kemenangan, tapi juga misi pemurtadan.

Misal lainnya, kepemimpinan para pahlawan Islam di masa kenabian. Mereka para sahabat yang muda, yang memiliki pemikiran segar lah yang seringkali ditunjuk oleh Nabi dalam memimpin sebuah pertempuran ataupun menjadi utusan. Dan Nabi Muhammad menjadi guru dan pembimbing yang senantiasa meluruskan disetiap kesalahan.

Jadi, sejatinya awal kiprah dari sebuah karakter yang disebut pahlawan adalah adanya seorang yang memberikan ilmu dan pengetahuan, yang mengarahkan jalan perjuangan.

Guru, pendidik para pahlawan lah peran di balik layar dari berkembangnya sebuah peradaban. Tapi, adakah predikat kepahlawanan untuk mereka?  Sedangkan tidak sedikit dari para guru yang mengorbankan segala yang dititipkan Allah kepada mereka di jalur pendidikan. Pikiran, tenaga, waktu, harta dan sebagainya dengan penuh keikhlasan. Namun tak ada predikat pahlawan bagi mereka, karena memang pondasi keikhlasan perjuangan mereka telah mengalahkan segalanya, bahkan predikat kepahlawanan tak lagi dibutuhkan. Seperti kata pepatah, mereka adalah "Pahlawan Tanpa Tanda Jasa".

Namun jika kita lihat saat ini, dengan kenyataan yang terjadi dan adanya bukti di media sosial. Seringkali kita dapati karakter pahlawan pada mereka mulai pudar. Sebab perkembangan zaman dan gaya hidup moderen dan hedon. Padahal jika mereka pahlawan tanpa tanda jasa itu memahami


salah satu sabda Nabi Shallallahu’alaihi wasallam, “Jika seorang hamba meninggal, terputus lah amalnya, kecuali tiga hal: amal jariyah, ilmu yang bermanfaat, atau doa seorang anak shalih untuk kedua orang tuanya”. (Hadits riwayat Muslim)

Bahwa ilmu yang bermanfaat akan senantiasa kekal pahalanya. Sehingga itu menjadi tabungan mereka di akhirat kelak. Tentunya jika ilmu yang diajarkan didasari dengan niat keikhlasan beribadah kepada Allah. Seperti halnya kedua orangtua yang dengan ikhlas membesarkan anak-anak mereka dengan impian kelak menjadi anak sholeh / solehah yang senantiasa mendoakan kedua orangtua dan bermanfaat untuk agama dan bangsa.

 Dan tentunya hal itu juga merupakan peringatan kepada kita sebagai anak muda, sebagai murid, agar selalu menghormati orangtua kita baik di rumah ataupun para guru dan pengajar kita sebagai pengganti orang tua kita di sekolah. Karena kebesaran jasa keduanya patut kita hormati, dan jasa serta pengorbanan mereka tak ternilai harganya.

  Akhir kata, marilah kita renungkan kesalahan kita kepada mereka, kemudian meminta maaf pada keduanya atas segala kesalahan kita. Karena keberkahan ilmu kita ada pada ridho-Nya kemudian mereka, para pahlawan tanpa tanda jasa.

              Jazakumullah khoiron katsir wahai para pengajar yang Allah muliakan.


“Heroes without a wisdom like a stray arrow. And the existence of teacher is a wisdom for them. So, they are behind of roles of heroes”



*Buletin UKHUWAH Ikatan Keluarga Alumni PP Muwahidun