Al hasil, berkat suntikan rasa percaya diri serta berbagai motivasi yang meyakinkan kenapa dia yang kembali dipilih. Dia berhasil untuk menjadi yang terbaik kedua dalam kompetisi itu. Tapi mungkin, karena hanya menjadi yang kedua apresiasi baginya tak sebanyak bagi para juara. Sehingga semangat dan pengalamannya terpendam dalam jeruji kegelapan hati.
Dalam kisah yang lain, di tahun berikutnya dia dan beberapa kawannya mewakili sebuah nama sekolah dalam sebuah turnamen di kota sebelah. Minimnya apresiasi dan dukungan sudah terrasa sejak keberangkatan dia dan kelompoknya. Hal itu terlihat dari sedikitnya anggota kelompok yang diikut sertakan dalam turnamen. Padahal peluang mendapatkan prestsasi dengan banyak peserta akan semakin banyak bila jumlah pesertanya banyak. Dan lagi persiapan yang dilakukan jauh-jauh hari sudah disiapkan sebelum dikirimnya dia dan kawan-kawannya.
Sehingga saat keberangkatan hingga berlangsungnya turnamen muncul lah semangat-semangat buruk untuk membalas hati yang sakit sebab sedikitnya apresiasi. Benarlah semangat itu semakin membara ketika tiap-tiap kelas kelompoknya berhasil melalui tahap kualifikasi. Semangat mereka pun semakin menjadi untuk membalas hati yang sakit itu. Solid dan kobaran semangat mereka akhirnya berhasil memberikan mereka beberapa piala (kalau tidak salah 6).
Pembalasan itu terjadi sekembalinya mereka dari kota tetangga. Karena memang komunikasi yang terbatas teman-teman mereka yang ada di sekolah tentunya tidak tahu sebesar apa prestasi yang mereka raih dalam turnamen, apalagi pengajar mereka. Setibanya mereka bersama seorang ustadz yang menjemput, mereka dengan semangat yang masih sama memamerkan usaha keras mereka di depan kantor, menghadap mentari sehingga terlihat prestasi mereka berkilau bak emas yang tertimpa mentari. Namun sayang, seribu sayang... tak satu pun apresiasi datang menyambut kegembiraan mereka. Akhirnya hanya ustadz mereka yang akhirnya bisa menenangkan hati mereka yang sakit, karena pudarnya apresisasi seperti hilangnya kabut dihalau mentari.
Ya, dua kisah di atas sedikit kisah dari teman-teman yang memberikan kita
sebuah gambaran. "Apresiasi adalah penunjang prestasi"
itu yang ada dalam pikiran penulis. Karena apresiasi dan dukungan buakanlah sebuah barang remeh yang tak kasat mata. Karena di atas apresiasi akan berdiri ratusan bahkan ribuan prestasi
yang menjulang ke langit. Apa pun bentuk apresiasi itu pasti akan menjadi pondasi atas berbagai
prestasi. Berapa pun umur manusia, maka apresiasi itu akan terus menjadi hal
penting dalam hidup mereka. Apalagi dalam pendidikan,
dalam dunia sekolah.
Penghargaan terhadap sebuah prestasi bukan lah sesuatu yang mahal. Karena dukungan dan motivasi pun bisa diartikan sebagai sebuah penghargaan walau hanya dengan kata-kata. Penghargaan menjadi sesuatu yang penting karena manusia adalah makhluk sosial yang butuh dimengerti dan dipedulikan. Dan apresiasi adalah tanda adanya kepedulian. Bahkan ketika mereka tak ada lagi di sisi kita barulah kita merasa bahwa tanpa mereka kita bukan apa-apa.
Penghargaan terhadap sebuah prestasi bukan lah sesuatu yang mahal. Karena dukungan dan motivasi pun bisa diartikan sebagai sebuah penghargaan walau hanya dengan kata-kata. Penghargaan menjadi sesuatu yang penting karena manusia adalah makhluk sosial yang butuh dimengerti dan dipedulikan. Dan apresiasi adalah tanda adanya kepedulian. Bahkan ketika mereka tak ada lagi di sisi kita barulah kita merasa bahwa tanpa mereka kita bukan apa-apa.
Satu cerita lagi tentang hilangnya apresiasi yang menunjukan urgensi
penghargaan terhadap satu karya ataupun prestasi.
Di sebuah sekolah swasta yang belum lama meluluskan angkatan pertamanya. Adalah seorang
siswa yang mengabdi (setelah lulus S1) karena persyaratan beasiswa kuliahnya. Mengabdikan diri ke sekolah tempat asalnya belajar adalah suatu yang
membanggakan, terlebih dalam benaknya sudah tersusun angan dan cita untuk
memberikan yang terbaik sebagai balasan yang terbaik. Maka mulai lah
beberapa inovasi diupayakan, walau berat untuk rutin dilaksanakan. Hingga pada
akhirnya keterbatasan tenaga serta padatnya jadwal kegiatan, semangat
berinovasi dan memberikan hal baru mulai pudar. Kemudian terbengkalai lah
gagasan-gagasan cemerlang akibat hilangnya dukungan dan tingginya tekanan untuk berlaku
sesuai apa kata atasan. Padahal dulu prestasinya
dibangga-banggakan karena lulusan sekolahnya mampu mendapat beasiswa di
universitas unggulan. Namun setelah kembali ilmunya tak dimanfaatkan, bahkan mungkin dilupakan. Padahal bila apa
yang dia upayakan didukung, dikembangkan, dan dihargai, tentunya akan ada
prestasi yang bisa membuat sekolah swasta itu bangga dan menjadi
unggulan karena ada hal yang terbarukan.
Allahu a’lam...
“Prestasi Berdiri Di Atas Apresiasi”
Ditulis oleh: Najmuddiin Dliyaaulhaq (Angkatan 2012/ Kadiv Pendidikan Ikatan Keluarga Alumni Muwahidun 2015-2017)
0 komentar:
Posting Komentar