Oleh
: Alumni Muwahidun di LIPIA
Sebagai seorang hamba, sudah sepatutnya bagi kita untuk mengabdikan
diri kepada Allah Y, karena memang
itulah tujuan penciptaan manusia, Allah Y
berkata:
[وَمَا
خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالإِنْسَ إِلا لِيَعْبُدُونِ]
“dan tidaklah Aku menciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka
beribadah kepadaKu.” (QS Adz-Dzaariyaat : 56)
Akan tetapi, tidak serta merta ibadah yang kita lakukan akan
diterima oleh Allah Y,
karena ibadah memiliki syarat yang harus dipenuhi agar ibadah tersebut diterima
Allah Y, dengan
terpenuhinya syarat tersebut maka insya Allah kita tidak
termasuk orang yang diisyaratkan sebagian ulama’ saat menafsirkan ayat Allah Y Surat
Al-Ghosyiyah : 3;
[عَامِلَةٌ
نَاصِبَةٌ]
“(karena) bekerja keras lagi kepayahan.” (muhadhoroh
tafsir surat Al-Ghosyiyah – Ustadz Firanda Andirja, Yufid TV)
Apa hakikat ibadah itu ? Apa saja syarat yang harus
dipenuhi agar ibadah kita diterima Allah Y ?
PENGERTIAN
IBADAH
Syaikhul
Islam Ibnu Taymiyah -semoga Allah Y merahmati beliau- berkata dalam kitabnya Al-‘Ubudiyyah,
العبادةُ
: هِيَ اِسْمٌ جَامِعٌ لِكُلِّ مَا يُحِبُّهُ اللهُ وَيَرْضَاهُ مِنَ الأَقْوَالِ وَالأَعْمَالِ
البَاطِنَةِ وَالظَّاهِرَةِ
“ibadah adalah nama untuk segala hal
yang dicintai dan dirihoi Allah baik berupa perkataan ataupun perbuatan, yang
tersembunyi ataupun yang tampak.”
(Al-‘Ubudiyyah-pdf hal. 19 karya
Syaikhul Islam Ibnu Taymiyah)
Syaikhuna KH. Abdul Wahid Hasyim - semoga Allah Y
melindungi beliau- dalam kitab Al-Burhan Fi Masailil Iman jilid 1 mengatakan,
العبادةُ هي كل عملٍ فعلاً وقولاً وحركةَ
قلبٍ باعتقادٍ غائبيٍ والطاعةُ مع الخضوع
“Ibadah adalah segala amalan berupa perbuatan, perkataan maupun isyarat
hati yang didasari oleh keyakinan gaib dan ketaatan yang disertai rasa tunduk.”
Dua pengertian di atas adalah pengertian ibadah syar’i, yaitu ibadah
khusus yang hanya disyariatkan bagi hamba yang beriman kepada Allah Y.
Syaikh Sholih bin Fauzan Al-Fauzan –semoga Allah Y merahmati
beliau-menjelaskan bahwa ‘ubudiyyah (penghambaan/ibadah) dibagi menjadi
2 :
1.
‘Ubudiyyah
umum (universal)
‘Ubudiyyah jenis ini mencakup semua makhluk yang ada di langit dan di bumi,
mukmin maupun kafir. Dengan begitu , orang – orang kafir termasuk hamba Allah Y (melakukan
bentuk penghambaan/ibadah), karena mereka berada di dunia ini tidak lepas
(tunduk) dari qodo’ dan qodar Allah Y (sehingga mereka dikatakan melakukan suatu ibadah), Allah Y berfirman;
(وَيَوْمَ يَحْشُرُهُمْ وَمَا يَعْبُدُونَ مِنْ دُونِ اللَّهِ فَيَقُولُ أَأَنْتُمْ أَضْلَلْتُمْ عِبَادِي هَؤُلَاءِ أَمْ هُمْ ضَلُّوا السَّبِيلَ)
“dan
(ingatlah) pada hari (ketika) Allah mengumpulkan mereka bersama apa yang mereka
sembah selain Allah, lalu Dia berfirman (kepada yang disembah) ‘apakah kamu
yang menyesakan hamba-hambaKu itu, atau mereka sendirikah yang sesat
dari jalan (yang benar)?”(QS Al-Furqon : 17)
Dalam
ayat ini, Allah Y
menyebut orang – orang musyrik dengan sebutan “hamba- hambaKu”.
2.
‘Ubudiyyah
khusus (syar’i)
Yaitu
‘ubudiyyahnya (ibadah) orang-orang mukmin kepada Allah Y. Maksudnya, ‘ubudiyyah
ini adalah ‘ubudiyyah syar’i yang khusus disyariatkan hanya bagi
orang-orang mukmin. Allah Y berfirman;
(إِنَّ
عِبَادِي لَيْسَ لَكَ عَلَيْهِمْ سُلْطَانٌ إِلَّا مَنِ
اتَّبَعَكَ مِنَ الْغَاوِينَ)
“sesungguhnya
kamu (iblis) tidak kuasa atas hamba-hambaKu, kecuali mereka yang
mengikutimu, yaitu orang-orang yang sesat.”(QS Al-Hijr : 42)
‘Ubudiyyah dalam ayat ini (penghambaan/ibadah orang mukmin
sehingga mereka disebut sebagai ‘hamba’) adalah ‘ubudiyyah khusus yaitu ‘ubudiyyahnya orang mukmin
kepada Allah Y, yang mereka mentaati syariat Allah Y
dan mengesakanNya dalam beribadah. (Syarh Risalah Al’ubudiyyah-pdf, hal.
32 oleh Syaikh Sholih bin Fauzan Al-Fauzan -dengan sedikit perubahan-)
SYARAT
DITERIMANYA IBADAH
Ibadah tidak hanya terbatas pada rukun islam saja, akan tetapi
ibadah mencakup seluruh amalan-amalan seorang hamba, jika amalan–amalan
tersebut memenuhi 2 syarat diterimanya ibadah. (Al-Mufid
Fi Muhimmaatit Tauhid-pdf, hal.93 oleh syaikh Abdul Qodir bin Muhammad
Atho Shufi)
1.
Ikhlas
karena Allah Y
2.
Sesuai dengan tuntunan syariat yang telah digariskan dalam
Al-Qur’an dan As-Sunnah. Dua syarat ini terangkum dalam firman Allah Y
(فَمَنْ
كَانَ يَرْجُو لِقَاءَ رَبِّهِ فَلْيَعْمَلْ عَمَلًا صَالِحًا وَلَا يُشْرِكْ بِعِبَادَةِ
رَبِّهِ أَحَدًا)
“Barang siapa mengharap perjumpaan
dengan Rabb-nya, maka hendaklah ia mengerjakan amal yang sholih dan janganlah
ia mempersekutukan seorang pun dalam beribadah kepada Rabb-nya.” (QS Al-Kahfi :
110)
Al-Hafidz Ibnu
Katsir mengatakan, ”Firman-Nya ‘hendaklah ia mengerjakan amal yang sholih’
yaitu apa yang sesuai dengan syariat Allah, dan firman-Nya ‘janganlah ia
mempersekutukan seorang pun dalam beribadah kepada Rabb-nya’ yaitu orang
yang beribadah hanya mengharapakan wajah Allah semata tidak
mempersekutukan-Nya. Inilah dua kunci amalan yang diterima Allah, harus ikhlas
karena Allah dan sesuai dengan syariat Rasulullah.”(Tafsir Qur’an Al-Adzim,
dikutip dari majalah Al-Furqon Edisi 8 Tahun ke-14, hal.12-13)
Fadhilatusy Syaikh Muhammad bin Sholih Al-‘Utsaimin -semoga Allah Y merahmati beliau- mengatakan, “dan hendaknya
diketahui, bahwa mutaba’ah tidak akan terwujud kecuali jika amalan
tersebut sesuai dengan syariat dalam 6 perkara, yaitu sebabnya, jenisnya,
bilangannya, tata caranya, waktunya dan tempatnya, jika amalan tersebut tidak
sesuai dengan syariat dalam 6 perkara ini, maka amalannya batil dan tertolak, karena
itu termasuk hal baru dalam agama Allah.” (Syarh Al-Arba’in An-Nawawiyyah, hal.82-83
oleh Syaikh Muhammad bin Sholih Al-‘Utsaimin)
Tidak diragukan lagi bahwa 2 syarat tersebut sangat penting ketika
melakukan suatu amalan/ibadah. Niat ikhlas saja tidak cukup, karena jika
Rasulullah r tidak pernah mengajarkannya maka
amalan/ibadah tersebut sia-sia belaka, meskipun amalan yang dilakukan itu
terlihat baik. Rasulullah r
bersabda :
(وَإِيَّاكُمْ وَمُحْدَثَاتِ الْأُمُورِ
فَإِنَّ كُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَإِنَّ كُلَّ بِدْعَةٍ ضَلَالَةٌ)
“dan awaslah kalian dari perkara-perkara yang baru, karena setiap
perkara yang baru adalah bid’ah dan bid’ah adalah kesesatan.”
Lafadz كُلَّ menurut ahli
bahasa Arab dan ahli ushul termasuk lafadz-lafadz umum sebagaimana dijelaskan
oleh para ulama di dalam kitab-kitab ushul fiqh.
Al-Imam asy-Syathibi berkata tentang syarah hadits diatas, “Hadits
ini menurut para ulama dibawa kepada keumumannya, tidak dikecualikan darinya
apapun sama sekali, dan tidak ada dari bid’ah yang ia adalah bagus sama
sekali....”
Para Salafushshalih juga memahami keumuman hadits di atas sebagaimana
dinukil dari Abdullah ibn Umar t
bahwasannya beliau berkata :
(كُلُّ
بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ وَإِنْ رَآهَا النَاسُ حَسَنَةً)
“setiap bid’ah adalah
kesesatan walaupun dipandang manusia sebagai suatu kebaikan.” (dikutip dari
majalah Al-Furqon Edisi 8 Tahun ke-14, hal.14)
Begitu pula, jika seseorang mengerjakan suatu amalan/ibadah sesuai
dengan tuntunan Rasulullah r,
namun syarat ikhlas tidak terpenuhi, entah ia mengerjakannya karena
mengharapkan kedudukan dan jabatan atau sekedar mengharapkan pujian dan
dianggap orang alim (riya’), maka ia hanya akan mendapatkan apa yang ia niatkan
dan tidak akan mendapatkan pahala dari Allah Y. Allah Y berfirman :
مَنْ
كَانَ يُرِيدُ الْحَيَاةَ الدُّنْيَا وَزِينَتَهَا نُوَفِّ إِلَيْهِمْ أَعْمَالَهُمْ
فِيهَا وَهُمْ فِيهَا لَا يُبْخَسُونَ (15) أُولَئِكَ الَّذِينَ لَيْسَ لَهُمْ فِي
الْآَخِرَةِ إِلَّا النَّارُ وَحَبِطَ مَا صَنَعُوا فِيهَا وَبَاطِلٌ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ
(16)
“barang siapa menghendaki kehidupan dunia dan perhiasannya, pasti
kami berikan (balasan) penuh atas pekerjaan mereka di dunia (dengan sempurna)
dan mereka di dunia tidak akan dirugikan. Itulah orang-orang yang tidak
memperoleh (sesuatu) di akhirat kecuali neraka, dan sia-sialah apa yang telah
mereka usahakan (di dunia) dan terhapuslah apa yang telah mereka kerjakan.” (QS
Hud : 15-16)
Qotadah berkata : “barang siapa yang maksud, keinginan, kehendak
dan niatnya adalah dunia, maka Allah akan membalas segala kebaikannya di dunia,
kemudian di akhirat ia tidak mempunyai satu kebaikan pun untuk dibalas.” (Tafsir
Ibnu Katsir dari aplikasi Maktabah Syamilah)
Itulah sedikit dari penjelasan mengenai pengertian dan syarat
diterimanya suatu amalan/ibadah. Semoga paparan yang ringkas ini bisa menjadi
secercah cahaya penerang di dalam masalah ini dan meneguhkan kita di atas jalan
yang haq.
Akhirnya, kami memohon kepada Allah Y dengan asma-asmaNya yang indah dan sifat-sifatNya yang luhur agar
senantiasa memperbaiki amal ibadah kita dan juga menganugrahkan kepada kita
semua keikhlasan dalam beramal dan beribadah. Dan semoga Allah Y selalu
memberikan taufiq kepada kita semua kaum muslimin agar mentaati Allah dan
RasulNya sesuai apa yang Rasulullah r
ajarkan. Wallahu a’lam bishshowab.
0 komentar:
Posting Komentar